Kecamatan Kelumpang Hulu berbatasan dengan :
Sebelah utara : Kecamatan Sungai Durian.
Sebelah Timur : Kecamatan Kelumpang Barat dan Kecamatan Kelumpang Tengah.
Sebelah Selatan : Kecamatan Kelumpang Selatan dan Kecamatan Kelumpang Hilir.
Sebelah Barat : Kecamatan Hampang.
Mempunyai luas wilayah 55.344 Ha / 553,44 Km2. Sebagian besar daerah daratan dan pegunungan, selebihnya daerah rawa dan sebagian kecil perairan yaitu sungai dan laut. Adapun Gunung yang mengelilingi diantaranya banyak terdapat Gunung Batu Kapur sebagai Sumber Daya Alamnya. Juga Sungai Cantung yang membelah daerah ini merupakan Anugrah Tuhan yang sangat berarti. Karena walau kemarau panjang sekalipun tidak pernah kering. Masih ada lagi, yaitu Cantung juga dikenal sebagai penghasil Sarang Burung Walet yang terdapat di Goa Temuluang desa Bangkalaan Dayak.
Penduduk pribumi adalah suku Banjar yang tetap mendominasi, meski ada bidang pekerjaan lain seiring kemajuan zaman, tapi mata pencaharian asli yang masih ditekuni dari turun temurun disamping bertani yang terbanyak adalah menyadap karet. Kini hampir semua suku dan agama ada diwilayah ini, dan penganut agama terbanyak adalah Islam. Kehidupan yang mejemuk ini tidak dapat dipungkiri, karena itulah konsekwinsi perkembangan suatu wilayah, namun tetap saling menghormati sebagai insan yang bernaung dibawah dasar Negara Pancasila. Namun azas yang paling mendasar juga sudah tertanam dijiwa warga, terutama penduduk asli Cantung. Dimana sejak datu nenek dan orang tua, demikian juga seorang tokoh ulama Cantung yang cukup terkenal selalu memberi petuah : “ Rakat – rakat bekeluarga, rakat – rakat di kampung “ (bahasa Banjar). Maksudnya agar selalu akrab yang dimulai dari lingkungan terkecil hingga bermasyarakat.
Gambaran umum tersebut dirangkai sebagai Lambang Kecamatan Kelumpang Hulu.
S I M B O L M A K N A
Perisai Segi Lima Berwarna : Menjunjung tinggi nilai – nilai luhur Dasar Negara Panca Sila
Kuning- Pohon Karet : Mata Pencarian masyarakat pribumi turun temurun
- Sungai : Sungai Cantung adalah Primadona warga yang selama ini dikenal tak pernah kering,
meski kemarau panjang - Daratan Hijau Di tepi Sungai : Komitmen masyarakat yang tetap ingin menghijaukan bumi Cantung
- Gunung Warna Hijau dan Putih : Panorama alam yang dikelilingi gunung, sebagian besar gunung batu kapur sebagai
sumber daya alamnya - Burung Walet Beriringan : Betapapun banyak ragam masyarakat, namun tetap seiring dan setujuan. terkenal
serta dengan sarang burung waletnya - Tulisan “ BARAKAT “ : Petuah Datu Nenek kepada anak cucu agar selalu akrab. Dan untuk mengabadikan
istilah “BARAKAT” diharapkan tidak hanya slogan, tapi bermakna :
BERSIH ( Hati, Diri, Keluarga dan Lingkungan )
AMAN ( Tidak Mau Diganggu dan Mengganggu )
RUKUN ( Dari Rumah Tangga hingga Bermasyarakat )
AKUR ( Saling Asah, Asih dan Asuh / Menghargai Pendapat Orang Banyak )
TAAT ( Patuh Kepada Hasil Mufakat, Hukum Agama, adat dan Pemerintah )
Kesepakatan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Pemuda
Kecamatan Kelumpang Hulu pada hari Kamis, 08 Pebruari 200
= Cantung Tempoe Doloe =
Kecamatan Kelumpang Hulu Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan lebih dikenal dengan nama Cantung. Pernahkah kita menengok kebelakang kalau Cantung dulunya adalah sebuah Kerajaan. Pernahkah kita menelusuri diantara nama-nama jalan yang kita kenal dimasa kini. Masih adakah istilah eronis bagi yang tidak mengetahui latar belakang daerahnya. Haruskah sebuah sejarah terabaikan atau bahkan mungkin tenggelam oleh arus zaman. Untuk itu saya coba mengabadikan sebuah historis yang bersumber dari mereka-mereka yang kini telah tiada dan untuk diketahui oleh generasi penerus kelak. Diakui kalau tulisan dibawah ini tidaklah mendetael atau terinci. Kritik, saran dan masukkan sangat diharapkan demi penyempurnaan. Namun setidaknya inilah gambaran Cantung dimasa Kerajaan...
Dalam sejarahnya Cantung didirikan oleh serorang Raja yang yang arif dan bijaksana bernama Pangeran Kesuma Negara sekeligus sebagai pemimpin kerajaan Cantung. Dalam kepemimpinannya beliau juga membawa Misi untuk menyebarkan agama Islam di Cantung. Beliau mepunyai dua orang anak yang bernama Puteri Aji Ambar dan Gusti Purba. Dalam menjalankan Kerajaan tenunya tidak luput dari ujian. Diantaranya menurut riwayat Puteri Aji Ambar pernah dibawa lari oleh Gusti Iberahim dari Kerajaan Banjar. Hingga Pangeran Kesuma Negara meminta bantuan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mencari Puterinya. Akirnya Gusti Iberahim dan Puteri Ambar ditemukan dan kembali dibawa ke Kerajaan. Namun Gusti Iberahim dibuang ke wilayah Irian Jaya.
Sebagai Raja tentunya mempunyai Kapitan. Tidaklah sembarang pilih untuk menentukan Kapitan. Tersebutlah Datu Tingkan yang terkenal kuat berasal dari Sampanahan. Dimana pada waktu itu sungai Cantung dihuni oleh buaya yang memangsa manusia. Saking besarnya buaya tersebut andai manusia duduk diatas punggungnya dengan kaki terjuntai, kaki itupun tidak akan menyentuh tanah. Tapi oleh Datu Tingkan hanya dengan sekali tebas leher buaya itupun putus. Sejak itulah di Sungai Cantung tidak ada lagi buaya yang memakan manusia. Demikian juga bila memotong betung (jenis bambu besar yang berdiameter sekitar 20 cm) hanya sekali tebas. Karena kesaktian itu oleh Pangeran Kesuma Negara beliau diangkat sebagai Patih sekeligus Penasehat Kerajaan. Dari turun temurun anak cucu beliau menyebut Datu Tingkan juga Datu Kapitan.
Sementara dalam kekuasaan wilayah yang cukup luas, datanglah sepupu Pangeran Kesuma Negara dari Banjarmasin yang bernama Pangeran Adipati unuk meminta wilayah. Pangeran Kesuma Negarapun memberikan Kerajaan di-wilayah Gunung Sembilan (daerah Napu, sekarang Kecamatan Hampang). Dengan nama Kerajaan baru yaitu Kerajaan Dinding Papan. Kerajaan Dinding Papan dan Pangeran Adipati sangat dikenal kedigdajayaannya, karena sesumber Pangeran jualah akhirnya Pemerintah Hindia Belanda dibawah Pimpinan Kapten Bandar Hida melakukan penyerangan dengan pasukan yang sangat besar. Dalam melakukan penyerangan tersebut Pemerintah Hindia Belanda yang terkenal dengan politik adu dombanya memanfaatkan saudara sepupu Pangeran Adipati, hingga diketahui titik kelemahan beliau. Yaitu dengan menggunakan peluru emas yang telah direndam dengan darah babi putih dan ditembakkan kemata hagi. Itulah satu-satunya cara yang dapat membunuh Pangeran Adipati. Beliaupun tewas dan kepala beliau dipenggal kemudian dibawa ke-Kotabaru.
Dibawah kepemimpinan Pangeran Kesuma Negara, Kerajaan Cantung dikenal cukup aman dan makmur disertai pesetnya perkembangan Agama Islam oleh misi beliau. Namun keadaan ini juga tersandung oleh politik jahat Pemerintah Hindia Belanda yang merasa keberatan Mendengar kemajuan tersebut.
Maka Pemerintah Hindia Belanda mencari siasat mengundang beliau ke-Kotabaru dengan ajakan ramah untuk bekerjasama. Atas hasil musyawarah beliaupun berangkat dengan kapal didampingi Datu Kapitan dan rombongan.
Sampai di Kotabaru oleh Pemerintah Hindia Belanda beliau diminta tinggal untuk beberapa hari, sedang Datu Kapitan dan rombongan kembali ke-Kerajaan. Tanpa menaruh curiga oleh tipu muslihat Belanda, sepeninggal rombongan Pangeran Kesuma Negara diminta melepaskan kekuasaannya. Namun beliau tetap bertahan hingga akhirnya dimasukkan kepenjara bawah tanah selama tujuh hari tujuh malam tanpa diberi makan hingga kondisi beliau lemah. Oleh Pemerintah Hindia Belanda beliau dipaksa untuk menanda tangani Surat Perjanjian Pelepasan Kekuasaan Kerajaan.
Karena kondisi demikian dan desakan maka dengan beberapa syarat beliaupun menandatangai Surat Perjanjian dimaksud. Diantaranya Kerajaan Cantung tetap berjalan. Akhirnya Pangeran Kesuma Negara beserta keluarga dibawa ke Pulau Jawa dalam Pengawasan Hindia Belanda, dan oleh Pemerintah Hindia Belanda beliau dibangunkan Kerajaan kecil di Bondowoso. Dengan demikian tampuk pimpinan Kerajaan Cantung kosong.
Selama kekosongan tersebut Datu Kapitanlah yang mengatur Kerajaan sampai akhirnya beliau menyerahkan kepada adik sepupu Pangeran sendiri yang ada di-Sampanahan yaitu Pangeran Antagiri.
Dalam memimpin Pangeran Antagiri cukup dikenal dimana-mana. Hingga suatu saat beliau diundang oleh Raja Pasir yang bernama Gusti Arung Maha Ratih untuk adu kebudayaan dan sabung ayam. Dalam adu tersebut semuanya dimenangkan oleh Pangeran Antagiri. Selesai peraduan beliaupun kembali ke-Kerajaan, dalam perjalanan pulang setelah sampai di Batu Batulis (sekarang daerah desa Karang Payau) rombongan beristirahat. Disana beliau sempat membuat tulisan pada batu tersebut. Itulah asal usul nama Batu Batulis. Sementara itu Raja Pasir rupanya penasaran atas kekalahannya, hingga mengirim buaya pujaan dengan maksud membinasakan Pangeran Antagiri. Untuk tak dapat diraih, malang tak dapat ditolah Pangeranpun tewas dan jasad beliau dibawa ke Kerajaan serta dimakamkan di-Kubur Besar. Desa Banua Lawas Kecamatan Kelumpang Hulu.
Penulis : Syamsudin M (Staff Kecamatan Kelumpang Hulu)
raja baraaangg
BalasHapuscalon camat kelumpang hulu kah ne??
BalasHapusinfo yang bagus....
BalasHapussungguh disayangkan sungai yg tak pernah kering itu kini keruh akibat adanya pendulangan dipehuluan sungai dan masyarakat yg membuang sampah ke sungai.
BalasHapus